MqVdMaJ7LGVaMGB7MaZ9MWN7NncsynIkynwbzD1c

Sampai Kapan Bisnis Kopi Indonesia Akan Bertahan?

BLANTERLANDINGv101
6107469135667044362

Sampai Kapan Bisnis Kopi Indonesia Akan Bertahan?

Selasa, 24 Agustus 2021

 

Donny Fernando / Natgeo Indonesia


Zenisme.id - 
Di tahun 2016, tercatat lebih dari 1000 outlet coffeeshop tersebar di seluruh Indonesia. 3 tahun kemudian di 2019, jumlahnya meningkat hampir 300% menjadi 2937 outlet. Data dari Toffin ini membuka mata banyak khalayak betapa besarnya market size dunia kopi-kopian, yang jumlahnya diperkirakan hampir Rp 5 Triliun pertahun. Ini baru hitung-hitungan kasar hasil dari asumsi omset masing-masing gerai sebanyak 200 cup perhari dengan harga Rp 22.500,- tiap cup. Nilai market size sesungguhnya bisa jauh lebih besar.

Barometer baik dari sisi desain maupun pelayanan kedai kopi tetap berada di dua kota besar yaitu jakarta dan bandung. Tren yang sempat naik yaitu tema industrial, ornamen bata timbul dan tembok dengan corak batu bata, kayu dan besi hitam menjadi umum di berbagai kedai kopi. Beberapa tahun terakhir tren ini bergeser ke tema concrete. Tembok tidak lagi bercorak bata, namun tidak juga mengeluarkan effort untuk mengecat, tema concrete cenderung membiarkan suasana dinding yang belum dicat, mempertahankan warna asli semen, dengan warna abu-abu tersebut biasanya akan dikreasikan dengan gambar-gambar berstyle kapur. Tren ini juga lebih memanfaatkan area outdoor, bahkan bisa lebih luas dari indoornya. Membaca pola ngopi masyarakat Indonesia yang cenderung dibersamai dengan rokok menjadikan lebih banyak masyarakat yang memilih ngopi di area outdoor daripada memilih ruangan ber-AC.

Kalau ingin terjun ke dunia kopi-kopian, ada banyak yang harus menjadi catatan kita, apalagi bisnis kopi di bagian hilir seperti ini.  Walaupun kopi ready to drink masih berkembang, akan ada banyak varian baru hasil mixing dengan bahan-bahan yang ada misal cendol, cincau, pandan, dll.  Meskipun dalam beberapa tahun kedepan diprediksi bisnis kopi-kopian sejenis ini masih menjadil andalan, tetap pertahankan kualitas kopi, karena esensinya ada di situ. Satu kali lidah merasakan unique taste sebuah kopi akan lebih mudah diingat, apalagi penikmat kopi cenderung loyal. Ada konsumen tersendiri yang cenderung untuk itu. 

Sekarang bisnis kopi bukan hanya eksis di kota utama , namun cukup berani untuk merambah ke 2nd dan 3rd cities di Indonesia. Keberhasilan beberapa kedai kopi di daerah-daerah menjadikan brand yang lain tidak hanya wait and see tapi juga memberanikan diri untuk terjun. Tidak sedikit yang berhasil, namun banyak juga yang gulung tikar di kota-kota sekunder. Bahkan brand besar sekalipun. Karena budaya minum kopi masih berbeda di tiap daerahnya ditambah demografi millenial yang beragam membuat hitung-hitungan membuka kedai kopi di selain kota utama menjadi rumit dan sedikit gambling.

Walaupun hadir dengan mixing produk yang kekinian, ditambah dengan variasi jajanan lokal, tapi masuk ke kota berpopulasi sedang atau bahkan kecil membuat kedai kopi harus menekan harga produksi secara top down. Karena harga yang ditawarkan tidak bisa terlalu besar di pasaran. 

Beberapa praktisi dan pemerhati kopi mengkhawatirkan hype industri kopi sekarang ini. Di mana kopi tiba-tiba menjadi gaya hidup. Menjadi besar dalam waktu singkat selalu dihantui dengan kecemasan akan hilangnya tren ini dalam waktu yang tiba-tiba. Memang, revolusi tidak akan selalu berjalan sejajar dengan keinginan praktisi kopi yang mengutamakan kualitas. Tapi arah demand dari pasar yang justru menentukan perkembangannya. 
Karena ya kembali lagi, apapun itu, kalau sudah bicara industri, semua harus ikuti kemauan pasar. Beruntungnya, pasar dalam dunia kopi sangat luas dan "berbhinneka".
BLANTERLANDINGv101

Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Tujuan
Kirim Sekarang